Perkembangan Kognitif Anak

Perkembangan Kognitif Anak Dan Menghubungkannya Dengan Pembelajaran Matematika

2.1  Pengertian Belajar Menurut Piaget

Menurut Jean Piaget(1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan  bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus menerus antara individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pebelajar mulai anak-anak sampai dewasa. Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, diturunkan dari analisa perkembangan biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti sistem kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi.

Menurut Piaget (dalam Dr.Paul Suparno, 2001:49) metode pengajaran matematika dalam bentuk ceramah memang baik bagi orang yang sudah dewasa tetapi banyak menyebabkan hambatan bagi murid yang masih dalam tingkat pengajaran yang masih rendah. Kemudian Piaget menekankan hal pokok dalam pengajaran matematika pada murid  bahwa Pengajaran matematika tidak boleh melalaikan peran kegiatan – kegiatan, khususnya pada anak–anak yang masih kecil. Pengalaman fisis dan pengalaman matematis-logis sangat penting dalam mengembangkan pengetahuan, baik fisis maupun matematis.

Contoh: Andi yang berumur 4 tahun berada di sebuah taman dan mulai menyusun kelereng dalam garis lurus. Ia menghitung dari kiri ke kanan satu sampai sepuluh. Ia menghitung dari kanan ke kiri dengan hasil yang sama.

Selanjutnya, ia meletakkan kelereng-kelereng itu dalam suatu lingkaran dan menghitungnya lagi dengan hasil yang sama juga. Dalam susunan bagaimana pun akhirnya ia menjadi sungguh yakin bahwa jumlahnya sama dan tidak tergantung pada susunan atau bentuk.

2.2  Teori Piaget

Jean Piaget adalah salah seorang psikolog terkenal yang banyak mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan. Selama penelitian Piaget semakin yakin akan adanya perbedaan antara proses pemikiran anak dan orang dewasa. Ia yakin bahwa anak bukan merupakan suatu tiruan dari orang dewasa. Anak bukan hanya berpikir kurang efisien dari orang dewasa, melainkan berpikir secara berbeda dengan orang dewasa. Itulah sebabnya mengapa Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan kognitif yang berbeda dari anak sampai menjadi dewasa. Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget (Paul. S, 2001:24) dibagi menjadi 4 tahap antara lain:

2.1.1        Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)

            Pada tahap sensorimotor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan. Karakteristik tahap ini merupakan gerakan – gerakan akibat suatu reaksi langsung dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan indera(sensori) dan tindakan-tindakannya(motor), anak belum mempunyai kesadaran – kesadaran adanya konsepsi yang tetap.

            Contohnya: Diatas ranjang seorang bayi diletakkan mainan yang akan berbunyi bila talinya dipegang. Suatu saat, ia main-main dan menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka ia akan mencoba menarik-narik tali itu agar muncul bunyi menarik yang sama.

2.1.2        Tahap persiapan operasional (2 – 7 tahun)

            Operasi adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan aktifitas mental bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap ini anak belum mampu melaksanakan operasi – operasi mental. Unsur yang menonjol dalam tahap ini adalah mulai digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran dan bahasa ucapan. Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju 

dan memacu perkembangan pemikiran anak karena ia sudah dapat menggambarkan sesuatu dengan bentuk yang lain.

            Contohnya: anak bermain pasar-pasaran dengan uang dari daun. Kemudian dalam penggunaan bahasa , anak menirukan apa saja yang baru ia dengar. Ia menirukan orang lain tanpa sadar. Hal ini dibuat untuk kesenangannya sendiri. Tampaknya ada unsur latihan disini, yaitu suatu pengulangan untuk semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa disadari.

2.1.1        Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)

            Tahap operasi konkret dinyatakan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada peristiwa – peristiwa yang langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang – barang yang konkret, belum bersifat abstrak maupun hipotesis.

Misalnya suatu gelas diisi air. Selanjutnya dimasukkan uang logam sehingga permukaan air naik. Anak pada tahap operasi konkreat dapat mengetahui bahwa volume air tetap sama. Pada tahap sebelumnya, anak masih mengira bahwa volume air setelah dimasukkan logam menjadi bertambah.

2.1.2        Tahap operasi formal (11 tahun keatas)

            Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung.

           Menurut Piaget (Paul Suparno, 2001:104) paling sedikit ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak, yaitu:

2.2  Perkembangan organik dan kematangan system saraf

            Unsur biologis cukup jelas mempunyai pengaruh dalam perkembangan inteligensi seseorang. Kematangan fisik seseorang juga mempunyai pengaruh pada perkembangan inteligensinya. Misalnya: Pada saat anak belum dapat berjalan, sehingga anak tersebut akan sulit dan terbatas dalam berkontak dengan alam sekitar. Sehingga pemikirannya dan skema yang ia miliki belum banyak berkembang.

2.3  Peran latihan dan pengalaman

            Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikiran atau inteligensinya. Seorang anak yang sudah mulai dapat berpikir deduktif dan abstrak perlu mengembangkan diri dengan pengalaman – pengalaman dalam menggunakan pemikirannya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu:

a.       Pengalaman fisis, terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang dihadapi untuk mengabstraksi sifat – sifatnya.contohnya: pengalaman melihat dan mengamati anjing akan membantu mengabstraksi sifat – sifat anjing yang pada tahap selanjutnya membantu pemikiran orang itu tentang anjing.

b.      Pengalaman matematis-logis, terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan – tindakan terhadap objek itu. Contohnya: pengalaman menjumlahkan atau mengurangkan benda akan membantu pemikiran anak akan operasi benda itu.

2.4  Interaksi sosial dan transmisi

            Dengan interaksi ini, seorang anak dapat membandingkan pemikiran dan pengetahuan yang telah dibentuknya dengan pemikiran dan pengetahuan orang lain. Ia tertantang untuk semakin memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya sendiri. Dalam interaksi sosial dan transmisi, pengetahuan itu datang dari orang lain baik itu dari orangtuanya maupun masyarakat sekitarnya. Namun, menurut Piaget meskipun interaksi sosial itu sangat penting dalam pengembangan pemikiran seseorang, tindakan interaksi sosial itu tidaklah efektif bila tidak ada tindakan aktif dari anak sendiri. Pemikiran dan pengetahuan anak kurang berkembang pesat apabila anak itu sendiri tidak secara aktif mengolah, mencerna, dan mengambil makna.

2.5  Ekuilibrasi (kesetimbangan)

         Ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali kesetimbangan selama periode ketidaksetimbangan melalui asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi ini sering juga disebut dengan motivasi dasar seseorang yang memungkinnya selalu berusaha memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya.

            Menurut Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif terbentuk karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah menyaring atau mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam skema.

 Misalnya seorang anak mempunyai konsep mengenai “lembu”. Dalam pemikiran anak itu, ada skema “lembu”. Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa lembu itu binatang yang berkaki empat. Berwarna putih dan makan rumput.

Dimana pengertian Skema yaitu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannya.

Misalnya Skema yang terjadi pada anak tersebut pertama kali melihat lembu tetangganya yang memang berwarna putih, berkaki empat, dan makan rumput. Suatu saat, anak itu bertemu dengan dengan bermacam-macam lembu yang lain, yang warnanya lain, dan tidak sedang makan rumput, tetapi sedang menarik gerobak. Berhadapan dengan pengalaman yang lain tersebut, anak memperkembangkan skema awalnya. Skemanya menjadi: lembu itu binatang berkaki empat, ada berwarna putih atau kelabu, makanannya rumput dan dapat menarik gerobak. Jelas bahwa skema lembu anak itu menjadi bertambah lengkap. Skema awalnya tidak hanya tetap dipakai, tetapi juga dikembangakan dan dilengkapi.

Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali pengalaman –pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada atau bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar baru.

Contohnya: seorang siswa telah memahami bahwa himpunan bilangan itu tetap saja sama, walaupun urutannya diubah. Kemudian siswa tersebut mengalami pengalaman baru tentang adanya bilangan kardinal dan ordinal, bulat dan pecahan. Walaupun ada tambah pengetahuan baru, struktur kognitifnya tetap yang ada tetap saja ada dan tidak berubah, artinya bahwa sifat bilangan itu tetap sama walaupun pengaturannya diubah.

2.6  Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika

            Penerapan dari empat tahap perkembangan intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah sebagai berikut:

2.2.1        Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)

            Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak di tahap ini, kemampuan anak mungkin ditingkatkan jika dia cukup diperbolehkan untuk bertindak terhadap lingkungan. Anak – anak pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Misalnya: Orang tua dapat membantu anak- anak mereka menghitung dengan jari, mainan dan permen. Sehingga anak dapat menghitung benda yang dia miliki dan mengingat apabila ada benda yang  ia punya hilang.

2.2.2        Tahap persiapan operasional ( 2 -7 tahun)

            Piaget membagi perkembangan kognitif tahap persiapan operasional dalam dua bagian:

1.                  Umur 2 – 4 tahun

            Pada umur 2 tahun, seorang anak mulai dapat menggunakan symbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya. Penggunaan symbol itu tampak dalam 4 gejala berikut:

1)      Imitasi tidak langsung

            Menurut Wadsworth (dalam Paul Suparno, 2001:51), Anak mulai dapat menggambarkan suatu hal yang sebelumnya dapat dilihat, yang sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain, ia mulai dapat membuat imitasi yang tidak langsung dari bendanya sendiri.

Contohnya:  Bola sesungguhnya dalam bentuk bola plastik.

)      Permainan simbolis

            Dalam permainan simbolis, seringkali terlihat bahwa seorang anak berbicara sendirian dengan mainannya. Misalnya: Jika si anak merasa senang dengan bola, maka ia akan bermain bola – bolaan. Menurut Piaget, permainan tersebut merupakan ungkapan diri anak dalam menghadapi masalah, suasana hati, ketakutan dan lain – lain.

3)      Menggambar

            Menggambar pada tahap pra operasional merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur permainan simbolisnya terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Unsur gambaran mentalnya terletak pada usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yang real.

4)      Gambaran mental

            Gambaran mental adalah penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Pada tahap ini, anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati. Contoh: deretan 5 kelereng berwarna coklat dan hitam.

Dari pengamatan itu anak masih beranggapan bahwa kelereng coklat lebih banyak daripada kelereng hitam karena jarak kelereng coklat lebih besar daripada kelereng hitam. Apabila jarak kelereng hitam dan coklat disamakan maka anak mengatakan bahwa jumlah kelereng sama.

1.                  Umur 4 – 7 tahun (pemikiran intuitif)

            Pada umur 4 – 7 tahun, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh: Terdapat 20 kelereng, 16 berwarna merah dan 4 putih diperlihatkan kepada seorang anak dengan pertanyaan berikut: “Manakah yang lebih banyak kelereng merah ataukah kelereng-kelereng itu?”

A usia 5 tahun menjawab: “lebih banyak kelereng merah.”

B usia 7 tahun menjawab: “Kelereng kelereng lebih banyak daripada kelereng yang berwarna merah.” Tampak bahwa A tidak mengerti pertanyaan yang diajukan, sedangkan B mampu menghimpun kelereng merah dan putih menjadi suatu himpunan kelereng atau dapat disimpulkan bahwa anak masih sulit untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran bagiannya. Contoh lain, seorang anak dihadapkan dengan pertanyaan: “Manakah yang lebih berat 1 Kg kapas atau 1 Kg besi?”. Anak tersebut pasti menjawab 1 Kg besi tanpa berpikir terlebih dahulu.  

2.1.2        Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)

            Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan – aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih mempunyai kesulitan untuk menyelesaikan persoalan yang mempunyai banyak variabel. ya. Misalnya, bila suatu benda A dikembangkan dengan cara tertentu menjadi benda B, dapat juga dibuat bahwa benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan (<), dan persamaan (=).

 Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5

            Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami konsep penjumlahanyang sterusnya berlanjut pada perkalian. Misalnya guru memberikan soal kepada siswa mengenai perkalian.

Guru: “Berapa 8 × 4, Dony?”

Dony: “ 32 Pak!”

2.1.3        Tahap operasi formal (11 tahun keatas)

            Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak bila dihadapkan kepada suatu masalah dan ia dapat mengisolasi untuk sampai kepada penyelesaian masalah tersebut. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat tidak hanya terikat pada hal yang sudah dialami.

            Contoh: Seorang anak mengamati topi ayahnya yang berbentuk kerucut. Ia ingin mengetahui volum dari topi ayahnya tersebut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 30 cm dengan jari – jari 21 cm.

            Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang(volum limas).

Volum limas = ⅓(luas alas)(tinggi limas)

                     = ⅓ × ะป × r­² × t²

                     = ⅓ × 3,14 × 7² cm² × 3 cm

                     = 154 cm³

Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran, adalah :

1.      Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

2.      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

3.      Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

4.      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5.      Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :

1.                  Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.

2.                  Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.

3.                  Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.

4.                  Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.

2.2  Pengertian Belajar

Penganut psikologi tingkah laku (behaviourist) memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) dan tanggapan dari dalam diri si anak (response) yang bisa diamati. Mereka juga berpendapat bahwa ganjaran ataupun penguatan merupakan kata kunci dalam proses belajar mengajar.

2.2.1        Teori Belajar Thorndike

Thorndike & Skinner berpendapat bahwa semakin sering hubungan antara rangsangan dan tanggapan terjadi, akan semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise) dan kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan atau ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Pada intinya, semakin sering seorang anak mengerjakan soal-soal integral misalnya, akan semakin mampu ia mengerjakan soal-soal semacam itu. Mereka juga menyarankan agar suatu pengetahuan yang rumit dipecah menjadi beberapa bagian yang lebih sederhana. Bagian-bagian yang lebih sederhana itu harus dikuasai siswa dengan baik agar ia mampu dengan mulus mempelajari pengetahuan yang lebih rumit dan lebih sulit.

2.2.2        Teori Belajar Gagne

Yang akan dibahas pada modul ini adalah dua teori belajar dari Gagne yaitu Fakta, Konsep, Prinsip, dan Skill (FKPS) serta Hirarki Belajar.

Fakta, Konsep, Prinsip, dan Skill (FKPS) Gagne membagi objek-objek matematika menjadi objek langsung dan objek tak langsung. FKPS adalah objek langsungnya, sedangkan objek tak langsungnya adalah kemampuan yang secara tak langsung akan dipelajari siswa ketika mereka mempelajari objek langsung matematika seperti kemampuan: berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, sikap positif terhadap matematika, ketekunan, ketelitian, dan lain-lain.

Berikut penjelasan mengenai objek langsung matematika.

Fakta adalah konvensi (semufakatan) dalam matematika seperti lambang, notasi, ataupun aturan bahwa 5 + 2 × 10 = 5 + 20, dan bukan 5 + 2 × 10 = 7 × 10. Seorang siswa dinyatakan telah menguasai fakta jika ia dapat menuliskan fakta tersebut dan menggunakannya dengan benar. Karenanya, cara mengajarkan fakta adalah dengan menghafal, drill, ataupun peragaan yang berulang-ulang.

Konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Contohnya, konsep tentang: barisan aritmetika, deret geometri, hiperbola, dan integral. Seorang siswa SMK disebut telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dari yang bukan contoh. Untuk itu, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang termasuk contoh dan yang bukan contoh. Dikenal empat cara mengajarkan konsep, yaitu:

1.  Dengan menggunakan beberapa contoh dan yang bukan contoh dari konsep yang dibicarakan.

2.  Deduktif, dimulai dari definisi lalu ke contohnya.

3.      Induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya.

4.      Kombinasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya dan kembali ke contoh, atau dimulai dari definisi lalu membahas contohnya lalu kembali membahas definisinya.

Prinsip (keterkaitan antar konsep) adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Contohnya, rumus luas segitiga dan rumus umum suku ke-n suatu barisan geometri. Seorang siswa SMK dinyatakan telah memahami suatu prinsip jika ia dapat mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada, dapat mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut, serta dapat menggunakan prinsip tersebut pada situasi yang tepat.

Skill atau keterampilan adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. Contohnya, menentukan jumlah kuadrat dari akar-akar suatu persamaan kuadrat, merasionalkan penyebut suatu pecahan, ataupun menentukan turunan fungsi trigonometri. Penguasaan keterampilan para siswa harus berlandaskan pada pengertian dan tidak hanya pada hafalan semata-mata.

KESIMPULAN


Piaget Menjelaskan tentang Proses Pembelajaran yang dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada :

  • Berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual anak.
  • Teori dasar perkembangan kognitif dari Jean Piaget mewajibkan guru agar pembelajaran diisi dengan kegiatan interaksi inderawi antara siswa dengan benda-benda dan fenomema konkrit yang ada di lingkungan serta dimaksudkan untuk menumbuh-kembangkan kemampuan berpikir, antara lain kemampuan berpikir konservasi.
  • Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh semua individu tanpa memandang latar konteks sosial  dan budaya , yang mendalami bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual.
  • Piaget menjelaskan bahwa anak kecil memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus –menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu ini menurut Piaget, memotivasi mereka untuk aktif membangun pemahaman mereka tentang lingkungan yang mereka hayati.
  • Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika anak-anak itu berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang meributkan detail-detail penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak mampu menyelesaikan tugas-tugas spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Rahma. (2013, Juni Senin). Pendapat Jean Piaget tentang Pembelajaran matematika. Diambil kembali dari Rahma's Blog: http://rahmazamikai.blogspot.com/2013/06/pendapat-jean-piaget-tentang.html

Yogyakarta, P. M. (2009). Psikologi Pembelajaran Matematika. Dalam F. Shodiq, Psikologi Pembelajaran Matematika (hal. 1). Yogyakarta: DePeNas.

Yogyakarta, P. M. (2009). Psikologi Pembelajaran Matematika. Dalam F. Shodiq, Psikologi Pembelajaran Matematika (hal. 3-4). Yogyakarta: DePeNas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Balik Ke Mantan, Yuk!

Proses Pembelajaran Matematika